Di Ruang Komisi I DPRD Samosir Gelar RDP Sontak Jadi Tertutup, Wartawan Dilarang Meliput.
Artha-News Samosir I Undangan resmi tidak memuat larangan peliputan,namun pimpinan rapat menutup akses dengan alasan “ada hal yang tidak perlu diketahui umum.”
Pada tanggal 15 September 2025
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Samosir dengan dr. Bilmar Delano Sidabutar pada Senin (15/9/2025) memunculkan polemik serius. Pasalnya,rapat yang dimulai sekitar pukul 11.30 WIB hingga berakhir pukul 14.15 WIB itu tiba-tiba ditetapkan bersifat tertutup, sehingga wartawan yang hadir di gedung dewan tidak diperbolehkan masuk untuk meliput.
Padahal,undangan resmi yang ditandatangani Ketua DPRD Samosir, Nasib Simbolon,tidak mencantumkan satu kalimat pun terkait larangan media.Fakta ini memunculkan pertanyaan publik: mengapa rapat yang sejatinya menyangkut kepentingan umum justru ditutup dari pantauan pers?
Siapa yang Memimpin Rapat?
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Samosir, Noni Sulvia Situmorang,didampingi drg.Magdalena Sitinjak,serta dihadiri tim gabungan anggota DPRD yakni Basaruddin Situmorang dan Tua Hoddison Situmorang.
Sesi pertama RDP diisi dengan mendengarkan keterangan langsung dari dr. Bilmar Delano Sidabutar,ASN yang diberhentikan berdasarkan SK Bupati Samosir Nomor 233 Tahun 2024 tanggal 2 Agustus 2024. Dalam keterangannya,dr.Bilmar menegaskan bahwa pemberhentiannya sarat dengan dugaan keterangan palsu, penyalahgunaan wewenang,serta manipulasi data terkait aset Puskesmas Harian.
Sesi kedua kemudian dilanjutkan dengan mendengar penjelasan dari Pemerintah Kabupaten Samosir, melalui perwakilan Dinas Kesehatan, BKPSDM, serta Bagian Hukum.
Mengapa Wartawan Dilarang?
Di depan pintu ruang rapat,seorang petugas honor menyampaikan kepada wartawan bahwa rapat bersifat tertutup sesuai perintah pimpinan rapat.Akibatnya,media hanya bisa menunggu di luar tanpa akses terhadap jalannya diskusi.
Keputusan ini jelas bertentangan dengan isi undangan.Bahkan,ketika wartawan mengonfirmasi melalui sambungan telepon WhatsApp, Ketua DPRD Samosir Nasib Simbolon menegaskan bahwa keputusan menutup rapat adalah hak pimpinan. “Ada hal-hal yang tidak perlu diketahui umum,” ucapnya singkat.
Pernyataan tersebut menimbulkan reaksi.Menurut kuasa hukum dr. Bilmar,Aleng Simanjuntak,S.H.,tidak ada alasan hukum yang sah untuk menutup rapat,terlebih undangan resmi tidak pernah menyebutkan larangan bagi wartawan.
Apa Kata Undang-Undang?
Merujuk pada UU MD3 Pasal 229, prinsip dasar rapat DPR adalah keterbukaan.Bunyi pasal itu jelas: “Semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka,kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.”
Lebih jauh,Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan bahwa jika sebuah rapat ditetapkan tertutup,maka alasannya harus disampaikan secara terbuka sebelum rapat dimulai.Transparansi ini dimaksudkan agar publik tetap mengetahui mengapa akses dibatasi.
Dalam konteks RDP Samosir,alasan “ada hal yang tidak perlu diketahui umum” disampaikan setelah rapat berjalan, bahkan hanya melalui keterangan singkat Ketua DPRD. Dengan demikian,secara normatif keputusan itu masih menyisakan ruang kritik.
Bagaimana Sikap Sekretariat DPRD?
Saat wartawan mencoba mencari penjelasan ke kantor Sekretariat DPRD (Sekwan),seorang pegawai menyebut bahwa Sekwan sedang mendampingi Ketua DPRD. Namun, ketika ditanya pendampingan dalam kegiatan apa,pegawai tersebut menjawab tidak tahu. Sikap ini semakin mempertegas adanya ketertutupan informasi.
Apa Pokok Masalahnya?
Inti aduan dr.Bilmar meliputi tiga hal:
1. Pemberhentian Tidak Sah / Keterangan Palsu – Ia menilai Pemkab Samosir membuat keterangan palsu dalam proses pemberhentiannya sebagai ASN.
2. Aset Puskesmas Harian – Diduga ada pengelolaan yang tidak transparan,bahkan ditutup-tutupi oleh pihak Pemkab.
3. Penyalahgunaan Wewenang – Dr. Bilmar menilai Pemkab bertindak sewenang-wenang,sehingga hak-haknya sebagai ASN tidak terlindungi.
Melalui RDP,Ia menuntut DPRD menjalankan fungsi pengawasan, membuka data aset Puskesmas secara transparan,serta memberikan perlindungan hukum.Bahkan, ia mendorong agar DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri lebih jauh dugaan penyalahgunaan wewenang di balik kasusnya.
Lalu, Apa Selanjutnya?
Polemik ini menimbulkan dua lapis sorotan publik. Pertama, terkait pokok masalah pemberhentian dr. Bilmar yang dinilai penuh kejanggalan.Kedua,soal sikap DPRD Samosir yang menutup rapat dari akses wartawan tanpa dasar undangan yang jelas.
Bagi masyarakat,penutupan rapat ini menimbulkan kesan bahwa ada informasi penting yang sengaja ditutupi. Padahal,transparansi adalah ruh dari prinsip demokrasi,terlebih dalam kasus yang menyangkut hak ASN dan dugaan maladministrasi pemerintah daerah.
Apakah DPRD Samosir akan membuka kembali ruang transparansi dengan menjelaskan alasan resmi rapat tertutup? Ataukah keputusan ini justru memperkuat dugaan adanya ketertutupan yang selama ini dikeluhkan? Publik kini menunggu kejelasan.
(NR.Sitohang)
Posting Komentar